Mengatasi Masalah Sandwich Generation di Indonesia, Bagaima Caranya?

Mengatasi Masalah Sandwich Generation di Indonesia, Bagaima Caranya?
Sumber: Unsplash

Dmastekno - Para orang tua di Indonesia sering kali memiliki harapan bahwa anak-anak mereka akan tumbuh besar dan sukses, sehingga dapat membantu menopang kehidupan keluarga di masa depan. Namun, fenomena ini telah menyebabkan peningkatan generasi sandwich, di mana anak-anak yang sudah berkarir harus menghidupi orang tua serta anak-anak mereka sendiri. Bahkan, seorang eksekutif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah mengemukakan bahwa orang tua sebaiknya tidak berharap pada anak-anak mereka untuk menghidupi masa tua mereka.

Mengapa Generasi Sandwich Menjadi Masalah Besar?

Prediksi bahwa Indonesia akan mencapai masa keemasan pada tahun 2045 dengan ekonomi yang kuat dan warga yang sejahtera, mungkin akan terhambat oleh tingginya jumlah generasi sandwich. Menurut survei CNBC tahun 2021, hampir setengah dari anak muda di Indonesia tinggal sebagai bagian dari generasi sandwich setelah berkarir. Diperkirakan pada tahun 2045, 80% populasi Indonesia akan menjadi generasi sandwich, yang berarti mereka akan menjadi orang tua tanpa dana pensiun dan bergantung pada anak-anak mereka.

Peningkatan literasi finansial di Indonesia selama lima tahun terakhir memang signifikan, mencapai hampir 50% dari populasi. Namun, ini belum cukup untuk mengatasi masalah besar generasi sandwich. Sebagai perbandingan, di Jepang, hanya 6% dari populasinya yang termasuk dalam generasi sandwich.

Tantangan Keuangan di Setiap Kelompok Usia

Untuk memahami dan mengatasi masalah ini, penting untuk melihat tantangan keuangan yang dihadapi oleh setiap kelompok usia:

  1. Usia 0-20 (Teenager): Pada usia ini, kesalahan terbesar adalah ketidakmampuan memahami nilai uang dan sulitnya mencari uang sendiri. Masalah yang sering terjadi adalah impulsive buying atau pengeluaran impulsif.
  2. Usia 20-30 (Adult): Banyak yang hidup dari gaji ke gaji tanpa menabung untuk masa depan. Mindset bahwa mereka akan selalu produktif membuat mereka tidak memikirkan masa tua.
  3. Usia 40-50 (Mature Adult): Pada usia ini, orang harusnya sudah memiliki portofolio atau dana pensiun. Namun, banyak yang masih menghabiskan terlalu banyak untuk anak-anak mereka dan mengabaikan pengeluaran medis.
  4. Usia 60 dan seterusnya (Senior): Human capital menurun dan banyak yang tidak siap dengan dana pensiun, sehingga menjadi beban bagi anak-anak mereka.


Membangun Kebiasaan Finansial Sejak Dini

Untuk menghindari generasi sandwich, penting untuk membangun kebiasaan finansial yang baik sejak dini. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  1. Mengontrol Pengeluaran: Mengajarkan anak-anak untuk mengontrol pengeluaran mereka sejak muda adalah langkah pertama yang penting.
  2. Menabung Secara Rutin: Menabung bukan hanya tentang menyimpan uang, tetapi juga tentang membangun kebiasaan hidup untuk masa depan.
  3. Investasi untuk Masa Depan: Setelah memiliki kebiasaan menabung, langkah berikutnya adalah berinvestasi. Ini harus dilihat sebagai persiapan untuk masa depan, bukan hanya untuk keuntungan jangka pendek.
  4. Menghindari Pengeluaran Gengsi: Membeli barang mewah sebaiknya dilakukan hanya setelah kebutuhan dasar dan dana pensiun terpenuhi.

Kesimpulan

Generasi sandwich adalah masalah yang besar dan memerlukan kesadaran serta tindakan nyata dari semua pihak, mulai dari individu hingga pemerintah. Dengan membangun kebiasaan finansial yang baik dan menggunakan teknologi untuk membantu manajemen keuangan, kita dapat menghindari menjadi bagian dari generasi sandwich dan memastikan masa depan yang lebih sejahtera. 

Posting Komentar untuk "Mengatasi Masalah Sandwich Generation di Indonesia, Bagaima Caranya?"